BUKAN
DIRINYA
Seminggu tlah berlalu sejak kematian
sahabat yang selama ini aku sayangi. Perempuan yang selama ini menemani
hari-hariku sejak menginjak sekolah dasar hingga sekolah menengah atas. Berat
rasanya untuk hidup tanpa dia. Berat rasanya menjalani hari-hari tanpa dia.
Mungkin ini hanya masalah kebiasaan, selama ini aku hanya selalu bersamanya,
jalan bersamanya dan mengerjakan tugas bersamanya.
Perasaan yang selama ini kupendam
untuknya akhirnya harus aku pendam hingga aku mati nanti. Perasaan yang selama
ini aku tutupi hanya agar persahabatanku dan dia tak goyah karena perasaan ini.
“Aku mencintai dan menyayanginya.”
Gumamku dalam hati.
Andaikan waktu bisa diputar kembali,
aku sama sekali tak akan menyimpan perasaan ini, setidaknya Ria tau apa yang
aku rasakan selama ini terhadapnya sebelum terlambat seperti ini.
“Dan ? Dana ? ayo pulang. Tidak baik
menangisi kepergian Ria seperti ini. Dia tidak akan tenang di alam sana.” Kata
Ari.
“Iyah, Ri.” Jawabku singkat.
****
Keadaan ini membuatku sadar akan satu
hal yang selama ini aku khawatirkan. Aku adalah pecundang yang hanya bisa diam
dan membiarkan perasaan ini menyakitiku sendiri. Aku tidak ingin menjadi
pecundang lagi yang hanya bisa mengubur perasaannya dan berakhir kejam seperti
ini.
“Dana ? Ayo sarapan, nak.” Teriak ibuku.
“Iyah, bu.” Jawabku.
****
Hari ini adalah hari pertama tanpa Ria
disekolah. Ekspresi teman-teman melihatkupun berbeda-beda. Ada yang
menghiburku, ada yang mengatakan patah hati, ada yang mengatakan kehilangan
istri dan ada yang mengatakan aku jodoh yang ditinggal mati layaknya lagu dari
Wali.
“Dan, jangan diam trus lah. Jangan bersedih trus. Biarin Ria tenang di
alam sana.” Hibur Ari.
“Aku terlalu berlebihan yah, Ri ?”
tanyaku.
“Bukan berlebihan, Dan. Tetapi kamu terlalu
menangisi kepergian Ria. Mungkin kamu belum terbiasa. Mulai sekarang, kamu
harus mengikhlaskan kepergian dia dan kamu harus ngelanjutin hidup, fokus sama
pelajaran di sekolah serta melihat kedepan, Dan.” Hiburnya lagi.
“Kamu kayak Ibunya Ria saja, Ri. Yaudah maaf
sudah buat kamu khawatir seperti ini. Aku bakal coba untuk mengikhlaskan dia.
Tidak. Aku harus mengikhlaskan kepergian Ria agar dia tenang disana. Betul kan,
Ri ?” Kataku.
“Iya, sob. Sekarang kita ke kantin dan
kamu harus traktir aku karena kau sudah menghibur kamu. Ok ?” Rayunya.
“Ok.” Jawabku.
****
Tiga bulan telah berlalu sejak kepergian
Ria. Aku juga tlah mulai melihat kedepan. Tetapi, seminggu ini, aku melihat
seorang gadis yang mirip sekali dengan Ria. Aku menyukai gadis itu, entah
karena dia mirip dengan Ria atau apa. Tetapi, kali ini aku tidak akan
membiarkan orang yang kusukai meninggalkanku tanpa mengetahui perasaanku
terhadapnya.
“Kia, boleh aku bicara sama kamu tidak ?
ada yang ingin aku sampaikan ke kamu.” Ajakku pada Kia.
“Apa kak ?” Jawabnya.
“Ikut aja. Ayo ketaman belakang
sekolah.” Ajakku lagi.
Akhirnya Kia mengikuti kemauanku dan
pada saat itu juga aku mengutarakan perasaanku terhadapnya bahwa aku
menyukainya. Hasilnya, Kia menerima perasaanku. Dia juga telah lama memendam
perasaan terhadapku sejak dia pindah ke sekolah ini dua minggu yang lalu.
****
“Ria, kamu tau tidak ? aku bertemu orang
yang sangat mirip sama kamu. Aku menyukainya sama dengan menyukaimu dulu. Kamu
tau tidak ? aku sekarang sudah menjadi kekasihnya. Maaf ya aku baru jenguk kamu
hari ini. Hubungan kami sudah berjalan lima bulan lebih dan dia itu sangat
mirip sama sikap kamu. Manja, kadang bikin orang jengkel dna sebagainya. Aku
menyukainya. Dia sangat mengingatkanku terhadapmu. Doain aku ya semoga aku
langgeng sama dia, sama reinkarnasimu.” Ceritaku di makam Ria.
****
Hari ini, Kia datang berkunjung ke
rumah. Mau belajar bersama seperti Ria yang dulu lakukan saat masih hidup.
“Masuk, Ki. Ini kamar aku.” Ajakku.
“Iya kak.” Jawabnya.
Entah kenapa wajahnya murung selama
proses belajar ini. Aku heran. Setiap kali aku tanya, dia selalu jawab jutek.
Setiap kali aku rayu, dia hanya senyum kecut. Beda sama Ria yang segera melumer
saat aku rayu.
“Kamu kenapa murung gitu, sayang ?” Rayuku
sambil mengelur rambutnya.
“Kok kamu masih pasang foto cewek ini ?
dia yang kamu bilang mirip sama aku ? apa aku hanya pelarian dari dia ? karena
dia mirip denganku ? aku bukan dia, Dan.” Jawabnya sambil terisak.
“Ini adalah foto sahabat aku, sayang. Dia
adalah sahabatku dari aku menginjak sekolah dasar. Aku sayang sama kamu bukan
karena kamu mirip sama dia, tetapi aku memang tulus mencintaimu.” Rayuku smabil
memeluknya.
Akhirnya dia menerima rayuanku dan dia
kembali seperti awal lagi yang tersenyum dan ceria dihadapanku. Disaat itulah
ciuman kedua kurasakan setelah ciuman pertama saat bersama Ria kala dia masih
hidup.
****
“Ria, kenapa setelah beberapa hari ini
aku berpikir, kenapa aku rasa, aku itu orang yang sangat kejam ? kenapa baru
sekarang aku berpikir bahwa aku hanya menjadikan dia sebagai pelarian
perasaanku terhadapku yang tak kesampaian ? Kenapa baru saat ini aku
sadari saat udah banyak hal yang aku
lalui bersamanya, banyak kenangan yang aku tlah lakukan bersamanya. Kenapa Ria
? Kenapa ?” Teriakku sambil terisak di makam Ria.
****
Ini adalah hari dimana hubunganku dan
Kia setengah tahun. Selama beberapa minggu ini, kami selalu bertengkar hanya
masalah Ria yang sama sekali tidak bisa aku hapus. Kia selalu mengira dia
adalah pelaria dan memang iya, aku baru sadar bahwa dia adalah pelampiasan
nafsu sesaatku yang mencintai Ria. Aku selalu melihatnya seperti Ria. Aku
selalu membandingkannya dengan Ria. Betapa kejamnya aku selama ini dengan dia.
“Happy Aniversary, sayang.” Sambut Kia
dengan kue yang dibawa sambil mencium keningku.
“Iyah, sayang.” Jawabku singkat.
“Ada apa sih sayang ? kok wajah kamu
lesu ? kamu sakit yah ?” jawabnya selidik.
“Tidak. Aku baik-baik saja. Ada yang
ingin aku sampaiin ke kamu sekarang.” Jawabku serius.
Kia akhirnya diam dan mendengarkan
setiap bait, setiap kata yang aku utarakan ke dia. Dia hanya bisa nangis, marah
dan teriak dihadapanku. Aku salah. Kenapa baru sekarang aku menyadari semuanya
dan membiarkan orang yang baik seperti Kia merasakan pelarianku. Kia hanya bisa
menangis dan meninggalkanku.
****
Beberapa hari merenung dan memikirkan
kesalahan yang selama ini aku buat sepertinya sudah cukup untuk membuatku
berpikir jernih lagi. Bantuan dari Ari juga membantuku untuk berpindah dari
rasa bersalahku terhadap Kia. Aku harus menata kehidupanku mulai sekarang dan
hanya menjadikan Ria sebuah kenangan masa lalu yang pernah mendapatkan hatiku
dan Kia sebagai sebuah kesalahan dan pelajaran buatku.
****
Liburan ini aku putuskan untuk ketempat
keluarga yang ada di luar daerah. Aku ingin mendapatkan suasana baru yang bisa
menenangkan dan menyegarkan pikiranku.
“Hai kak ?” Sapa seorang gadis.
“Hai.” Jawabku.
“kakak, orang baru yah ? soalnya aku
baru liat kakak disini.” Tanyanya lagi.
Sejak saat itu aku dengan Lira memulai
perkenalan dan akrab. Lira membawaku jalan-jalan keliling kota mereka.
Membawaku ke tempat wisata dan sebagainya. Dialah yang menenangkanku sejak
disini.
****
“kak, aku boleh bicara ? ada yang ingin
aku sampein ke kakak.” Ajaknya
Ini adalah seminggu setelah aku kenalan
dengan dia. Senyumnya, manjanya dan rayuannya serta keceriannya sangat
membuatku nyaman.
“Iya boleh.” Jawabku.
Ternyata Lira mengungkapkan perasaanya
terhadapku. Dia mengatakan jika sejak pertama bertemu dia sudah mulai menyukaiku.
Aku sama sekali tidak tahu, apakah ini
bohong atau jujur. Tetapi, saat melihat matanya yang berbinar, aku tidak dapat
berpikir lagi. Aku hanya mengatakan iya dan aku menyukainya.
****
Setelah beberapa hari menjalin hubungan
dengannya. aku melihatnya bersama lelaki lain. Entah kenapa aku tiba-tiba emosi
melihatnya dan tanpa aku sadari aku memaki-maki Lira dan menamparnya.
“Kamu jahat, Dan. Kenapa kamu sama
sekali tidak mendengar penjelasanku ?” Tanyanya sambil terisak.
“Penjelasan apalagi ? apa aku buta
melihat lelaki itu merangkulmu ?” Jawabku kasar.
Tiba-tiba lelaki yang bersama Lira
memukul wajahku. Aku yang tidak terima atas sikapnya itu akhirnya melawan dia
dan akhirnya kami berdua bertengkar layaknya lelaki sejati dimana akhirnya aku
yang menang.
“Dan, apa-apaan kamu ini ? dia itu
sahabatku.” Teriaknya.
“Eh, asal kamu tahu ya. Kamu itu hanya
pelarian Lira. Wajah kamu yang ganteng itu mirip dengan calon suami Lira dulu.”
Katanya merendahkan.
Sontak jantungku berdebar kencang,
pikiranku kosong. Entah kenapa sepertinya boomerang menghantamku keras. Aku
hanya bisa mendorong Lira yang seolah-olah meyakinkanku bahwa dia menyukaiku
bukan karena aku mirip dengan calon suaminya dulu.
“Aku bukan dia, Lira. Aku bukan calon
suami kamu dulu. Jangan anggap aku seperti dia. Kamu tahu ? aku sangat
menyayangimu sekarang meskipun kita baru kenal beberapa minggu ini. Aku udah
kasi semuanya ke kamu tapi kenapa kamu anggap aku dia ? dia calon suami kamu
dulu yang ninggalin kamu hah ? teriakku sambil mendorong dia hingga dia jatuh.
“Tidak Dan. Aku sama sekali tidak
menganggapmu sebagai dia. Sumpah Dan.” Jawabnya sambil terisak.
Aku hanya bisa meninggalkan mereka
berdua. Disaat aku tlah menyukai seseorang dan membuka hatiku untuk dia malah
dia menjadikanku pelarian. Entah ini karma dari yang kubuat dulu atau hanya
pelajaran kedua untukku.
****
“Ria, maaf atas sikapku selama ini. Aku
akan berubah. Tapi tolong jangan buat aku terpuruk seperti ini dan buatku jadi
pelarian seperti ini.” Ceritaku sambil terisak dan tertidur dimakamnya.
Created
& Written By Rahma Iriani Aslam
OST
: Magneto – Bukan Dirinya.
0 komentar:
Posting Komentar