Kalian lihat adik kecil yang satu ini ? coba
pandangi wajahnya. Apakah dia layaknya orang yang sakit pada umumnya ? apakah
wajahnya mengatakan bahwa dia sedang sakit ? apakah ada kesedihan terpancar
diwajahnya ? Tidak, sama sekali tidak. Dia tak ada bedanya dengan anak lainnya
yang masih sehat. Namun, tidakkah kalian tahu ? bahwa adik satu ini menderita
penyakit yang berat ? kalian tahu apa kegunaan alat yang menempel pada tubuhnya
itu ? itu sakit. Namun, adik ini tetap
tersenyum dan kuat. Tak ada tanda-tanda merasakan sakit sama sekali.
Aku ingat, saat itu aku sedang mengamati pasien lain
yang sekamar dengannya, karena saat itu aku sudah bertanya ini itu dengan
pasien yang aku kunjungi, mataku akhirnya berputar-putar keseluruh ruangan
untuk mewawancarai pasien lain yang ada diruangan ini. Tepat saat itu mataku
tertuju pada satu wajah yang sedang sibuk mengunyah makanan bersama ibu
tercintanya. Kalian tahu mereka sedang memakan apa ? yah, kala itu, mereka
sedang memakan pastel alias jalangkote sambil mengisap-isap kuah sambal yang
ada saat itu. Enak sekali dipandang. Apalagi saat aku menoleh kearahnya, adik
itu beserta ibunya juga melihat kearahku. Entah berapa kali aku melakukan hal
itu. Aku malu. Namun aku hanya bisa tersenyum kearah mereka. Mungkin dalam
benak ataupun pikiran ibunya berkata “Kenapa dia melihat kesini ? Apakah dia
ingin mengunjungi anak saya ?”.
Kala itu aku kurang berani menghampiri mereka
karena, mereka sedang lahap-lahapnya makan. Namun, entah apa yang menuntun
kakiku berjalan kearah mereka. Percayalah, ada banyak pertanyaan yang ingin aku
sampaikan kepada mereka. Rasa ingin tahu akan adik satu ini. Rasa ingin membuat
adik ini tersenyum lagi kepadaku.
“Nama adik
ini siapa bu ?” tanyaku kepada ibu adik ini.
“Sabdatul nak.” Jawabnya.
Yah, adik ini bernama Sabdatul, umur 14 tahun. Sudah
kelas 2 SMP. Adik ini tiggal di Jalan Cenderawasih, Makassar. Sama sekali tak
nampak kalau adik ini mengidap penyakit yang berat. Awalnya dia hanya
kebanyakan diam namun, seiring cerita-cerita, buat candaan sedikit yang
akhirnya membuat dia tersenyum hingga tertawa. Sakit rasanya hati ini, bukan
karena sakit melihat dia tertawa, bukan. Namun karena aku tahu adik ini
sangatlah kuat menahan sakit yang ia derita.
“Sabdatul sakit apa bu ? ko bisa masuk rumah sakit
?” tanyaku.
“Kencingnya keluar sedikit-sedikit nak, terus buah
pelirnya bengkak, mengalahkan besar gelas teh.” Jawab ibu.
Dalam
benakku tiba-tiba muncul pemikiran bahwa anak ini mengalami gangguan dibagian
ginjalnya karena pembuangan kemihnya bermasalah, apalagi buah pelirnya lebih
besar dari gelas teh ? itu sakit sekali. Detik demi detik berjalan, menit demi
menit meninggalkan kami hingga ada kata-kata yang terlontar dari mulut ibu yang
membuat air mata ingin ingin jatuh dari tempat istirahatnya.
“Anak ini mulai melakukan cuci darah sebanyak 3x
seminggu nak.” Kata ibu.
Cuci darah ? itu adalah hal yang paling menyakitkan.
Kenapa ? anak sekecil ini sudah melakukan cuci darah ? namun diwajahnya tak
nampak muka pucat, tak nampak wajah menahan sakit. Hal ini semakin membuat
batinku menahan gejolak air mata yang ingin keluar. Tidakkah kalian mempelajari
satu hal dari anak ini ? tidakkah kalian merasakan kesedihan anak ini ? tidakkah
kalian tahu apa dipikiran anak ini ? tidakkah kalian tahu bagaimana anak ini
menjadi kuat melawan penyakitnya ? tidakkah kalian tahu bagaimana senyumnya
bisa seindah ini saat dia melawan peyakitnya ?
Alhamdulillah saat ini, buah pelirnya/skrotumnya
sudah menuju kearah normal, namun Sabdatul masih harus menjalani cuci darah
tiap 3x seminggu untuk kesehatan ginjlanya. Sangat bersyukur kepada Allah swt
karena sangat menyayangi anak ini. Tak lupa pula saya beryukur untuk hidup saya
sekarang ini. Tidakkah kalian berpikir bahwa selama ini pemikiran kalian sempit
? sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit putus asa, galau, tidak mensyukuri
hidup, kadang membanding-bandingkan hidupnya dengan hidup orang lain yang lebih
kaya darinya. Tidakkah kalian berpikir sedikitpun bahwa masih ada orang yang
ingin hidup normal seperti kalian namun tak bisa ? banyak diluar sana. Cobalah
melihat sekelilingmu, jangan hanya sekitaranmu. Buka matamu lebar-lebar. Apakah
kalian masih tidak ingin mensyukuri hidup kalian dengan melihat kondisi adik
ini ? yang ingin hidup normal seperti kalian ? yang ingin kembali bermain
dengan teman-teman sebayanya namun tak bisa karena harus menjalani perawatan di
rumah sakit.
BERPIKIRLAH KALIAN BAHWA, MASIH ADA ORANG YANG INGIN
MEMILIKI HIDUP SEPERTI KALIAN NAMUN TERBATAS DENGAN KEADAAN YANG DIA MILIKI.
Untuk adik Sabdatul, tetaplah jadi pribadi yang
kuat, tetaplah tersenyum, tetaplah jadi inpirasi buat kakak. Doa kakak selalu
menyertaimu agar diberi kesembuhan. Semoga kamu bisa kembali bermain seperti saat
kamu masih sehat dulunya. Amin Ya Rabbal Alamin.