Senin, 14 November 2016


Ada saatnya aku terjatuh.
Ada saatnya aku butuh seseorang disampingku.
Ada saat aku ingin menumpahkan semua isi hatiku.
Namun, dimanakah aku bisa jatuh ?
Dimana tempat aku bisa merebahkan diriku ?
Dimana orang yang ingin mendengarkan keluh kesahku ?

Menyimpan semua keluh kesah seorang diri itu tidaklah mudah.
Menyimpan sesuatu yang selama ini ingin kita bagikan ke orang lain itu tidaklah mudah.
Menyimpan rahasia yang selama ini kita pendam itu tidaklah mudah.
Tapi, apakah ada telinga yang ingin mendengarkan ini semua ?
Keluh kesah yang tiada akhirnya.

Memang, memang tak selamanya hanya keluh dan kesah yang ada dihidup.
Memang, memang banyak kebahagiaan yang diberikan oleh orangtua, keluarga dan kerabat lainnya.
Tapi, apakah mereka tahu ada yang selama ini menekan dada dan menusuk hati untuk tetap diam saja ?
Tidak, tidak akan aku cerita.
Tidak, tidak akan aku bagi dengan mereka.
Karena, kebahagiaanlah yang aku ingin berikan dan aku tampakkan kepada mereka. 

Minggu, 13 November 2016


Kalian lihat adik kecil yang satu ini ? coba pandangi wajahnya. Apakah dia layaknya orang yang sakit pada umumnya ? apakah wajahnya mengatakan bahwa dia sedang sakit ? apakah ada kesedihan terpancar diwajahnya ? Tidak, sama sekali tidak. Dia tak ada bedanya dengan anak lainnya yang masih sehat. Namun, tidakkah kalian tahu ? bahwa adik satu ini menderita penyakit yang berat ? kalian tahu apa kegunaan alat yang menempel pada tubuhnya itu ?  itu sakit. Namun, adik ini tetap tersenyum dan kuat. Tak ada tanda-tanda merasakan sakit sama sekali.
Aku ingat, saat itu aku sedang mengamati pasien lain yang sekamar dengannya, karena saat itu aku sudah bertanya ini itu dengan pasien yang aku kunjungi, mataku akhirnya berputar-putar keseluruh ruangan untuk mewawancarai pasien lain yang ada diruangan ini. Tepat saat itu mataku tertuju pada satu wajah yang sedang sibuk mengunyah makanan bersama ibu tercintanya. Kalian tahu mereka sedang memakan apa ? yah, kala itu, mereka sedang memakan pastel alias jalangkote sambil mengisap-isap kuah sambal yang ada saat itu. Enak sekali dipandang. Apalagi saat aku menoleh kearahnya, adik itu beserta ibunya juga melihat kearahku. Entah berapa kali aku melakukan hal itu. Aku malu. Namun aku hanya bisa tersenyum kearah mereka. Mungkin dalam benak ataupun pikiran ibunya berkata “Kenapa dia melihat kesini ? Apakah dia ingin mengunjungi anak saya ?”.
Kala itu aku kurang berani menghampiri mereka karena, mereka sedang lahap-lahapnya makan. Namun, entah apa yang menuntun kakiku berjalan kearah mereka. Percayalah, ada banyak pertanyaan yang ingin aku sampaikan kepada mereka. Rasa ingin tahu akan adik satu ini. Rasa ingin membuat adik ini tersenyum lagi kepadaku.
 “Nama adik ini siapa bu ?” tanyaku kepada ibu adik ini.
“Sabdatul nak.” Jawabnya.
Yah, adik ini bernama Sabdatul, umur 14 tahun. Sudah kelas 2 SMP. Adik ini tiggal di Jalan Cenderawasih, Makassar. Sama sekali tak nampak kalau adik ini mengidap penyakit yang berat. Awalnya dia hanya kebanyakan diam namun, seiring cerita-cerita, buat candaan sedikit yang akhirnya membuat dia tersenyum hingga tertawa. Sakit rasanya hati ini, bukan karena sakit melihat dia tertawa, bukan. Namun karena aku tahu adik ini sangatlah kuat menahan sakit yang ia derita.
“Sabdatul sakit apa bu ? ko bisa masuk rumah sakit ?” tanyaku.
“Kencingnya keluar sedikit-sedikit nak, terus buah pelirnya bengkak, mengalahkan besar gelas teh.” Jawab ibu.
  Dalam benakku tiba-tiba muncul pemikiran bahwa anak ini mengalami gangguan dibagian ginjalnya karena pembuangan kemihnya bermasalah, apalagi buah pelirnya lebih besar dari gelas teh ? itu sakit sekali. Detik demi detik berjalan, menit demi menit meninggalkan kami hingga ada kata-kata yang terlontar dari mulut ibu yang membuat air mata ingin ingin jatuh dari tempat istirahatnya.
“Anak ini mulai melakukan cuci darah sebanyak 3x seminggu nak.” Kata ibu.
Cuci darah ? itu adalah hal yang paling menyakitkan. Kenapa ? anak sekecil ini sudah melakukan cuci darah ? namun diwajahnya tak nampak muka pucat, tak nampak wajah menahan sakit. Hal ini semakin membuat batinku menahan gejolak air mata yang ingin keluar. Tidakkah kalian mempelajari satu hal dari anak ini ? tidakkah kalian merasakan kesedihan anak ini ? tidakkah kalian tahu apa dipikiran anak ini ? tidakkah kalian tahu bagaimana anak ini menjadi kuat melawan penyakitnya ? tidakkah kalian tahu bagaimana senyumnya bisa seindah ini saat dia melawan peyakitnya ?
Alhamdulillah saat ini, buah pelirnya/skrotumnya sudah menuju kearah normal, namun Sabdatul masih harus menjalani cuci darah tiap 3x seminggu untuk kesehatan ginjlanya. Sangat bersyukur kepada Allah swt karena sangat menyayangi anak ini. Tak lupa pula saya beryukur untuk hidup saya sekarang ini. Tidakkah kalian berpikir bahwa selama ini pemikiran kalian sempit ? sedikit-sedikit mengeluh, sedikit-sedikit putus asa, galau, tidak mensyukuri hidup, kadang membanding-bandingkan hidupnya dengan hidup orang lain yang lebih kaya darinya. Tidakkah kalian berpikir sedikitpun bahwa masih ada orang yang ingin hidup normal seperti kalian namun tak bisa ? banyak diluar sana. Cobalah melihat sekelilingmu, jangan hanya sekitaranmu. Buka matamu lebar-lebar. Apakah kalian masih tidak ingin mensyukuri hidup kalian dengan melihat kondisi adik ini ? yang ingin hidup normal seperti kalian ? yang ingin kembali bermain dengan teman-teman sebayanya namun tak bisa karena harus menjalani perawatan di rumah sakit.
BERPIKIRLAH KALIAN BAHWA, MASIH ADA ORANG YANG INGIN MEMILIKI HIDUP SEPERTI KALIAN NAMUN TERBATAS DENGAN KEADAAN YANG DIA MILIKI.
Untuk adik Sabdatul, tetaplah jadi pribadi yang kuat, tetaplah tersenyum, tetaplah jadi inpirasi buat kakak. Doa kakak selalu menyertaimu agar diberi kesembuhan. Semoga kamu bisa kembali bermain seperti saat kamu masih sehat dulunya. Amin Ya Rabbal Alamin. 

Minggu, 30 Oktober 2016





Diberdayakan oleh Blogger.

Total Tayangan Halaman

Advertisement

Popular

POPULAR POSTS

Popular Posts

Recent Posts

Facebook Google Plus Instagram Youtube Channel

Text Widget